Jerat Kekerasan Seksual oleh Dokter Kandungan

Jerat Kekerasan Seksual – Kepercayaan adalah kunci dalam hubungan antara pasien dan dokter, terutama dalam bidang sensitif seperti kandungan. Namun, bagaimana jika kepercayaan itu di salahgunakan? Kasus kekerasan seksual oleh dokter kandungan semakin mengemuka, meninggalkan luka mendalam yang tak hanya fisik, tetapi juga mental bagi korban. Dalam dunia medis yang seharusnya menjadi tempat perlindungan, bagaimana bisa seorang dokter, yang seharusnya menjaga martabat pasien, justru menjadi pelaku kekerasan?

Membongkar Dunia Medis yang Gelap

Dokter kandungan sering kali menjadi sosok yang di pandang penuh kewibawaan dan kepercayaan. Pasien yang datang untuk mendapatkan perawatan biasanya sudah berada dalam posisi rentan—baik itu karena kehamilan, masalah kesuburan, atau pemeriksaan rutin yang membutuhkan ketelatenan dan empati. Namun, di balik jubah putih dan sertifikat keahlian, ada sebagian dokter yang ternyata lebih mengutamakan kepuasan pribadi daripada profesi mulia mereka.

Penyalahgunaan wewenang ini sering kali di lakukan dengan dalih pemeriksaan medis yang di perlukan. Dokter menggunakan posisi mereka untuk mengakses tubuh pasien dengan cara yang tidak sah, bahkan melibatkan tindakan seksual yang tidak hanya melanggar etika medis, tetapi juga hukum. Pasien yang terjebak dalam situasi ini sering kali merasa bingung dan takut untuk melaporkan apa yang terjadi, karena posisi mereka yang rentan, serta ketakutan akan stigma atau konsekuensi dari ungkapan mereka.

Baca juga: https://haladoc.com/

Apa yang Terjadi Saat Kekuasaan Disalahgunakan?

Perilaku semacam ini bisa di mulai dengan tindakan yang terlihat sepele, seperti bertanya terlalu pribadi atau melakukan pemeriksaan tanpa persetujuan jelas dari pasien. Namun, berlanjut dengan manipulasi emosi dan tekanan psikologis yang membuat korban merasa terjebak. Di beberapa kasus, dokter kandungan bahkan mengancam pasien dengan konsekuensi medis jika mereka tidak mengikuti instruksi atau permintaan yang tidak sah. Korban sering kali merasa terisolasi, terpojok, dan tidak tahu harus berbuat apa.

Tindakan kekerasan seksual oleh tenaga medis juga mengungkapkan ketidakberdayaan sistem pengawasan yang ada. Banyak rumah sakit atau klinik yang hanya fokus pada nama besar atau reputasi dokter, tanpa melihat lebih dalam perilaku mereka. Padahal, mekanisme pelaporan internal yang lemah sering kali tidak memberi ruang yang cukup bagi korban untuk melapor tanpa rasa takut.

Menghadapi Trauma yang Mendalam

Pasca kejadian, banyak korban yang merasa di hantui oleh perasaan cemas, malu, dan bahkan kehilangan rasa percaya terhadap dunia medis. Trauma ini bisa berlangsung lama, dan tak jarang berimbas pada kehidupan sosial dan psikologis mereka. Selain itu, hilangnya rasa aman dalam proses medis yang seharusnya bersifat terapeutik, membuat mereka enggan untuk mencari bantuan lagi. Mereka yang seharusnya mendapatkan perawatan dengan hati-hati, justru merasakan penderitaan yang lebih dalam.

Masyarakat perlu lebih sadar akan bahaya yang mengintai dalam dunia medis, terutama dalam kasus-kasus di mana kekuasaan berada di tangan satu orang. Sistem perlindungan pasien harus di perkuat dan harus ada pengawasan yang lebih ketat terhadap tenaga medis agar tidak ada ruang bagi kekerasan seksual atau pelecehan lainnya.